Tulisan dalam blog ini sekedar catatan dan kumpulan pengalaman...

Selasa, 31 Januari 2012

TKI BABU BERLABEL PASPOR ANTONI NURDIN

Tenaga kerja Indonesia yang tersebar hampir diseluruh dunia, baik yang resmi diberangkatkan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga penyalur, maupun yang berangkat dengan jalur tikus, sebenarnya cukup banyak menyisahkan berbagai problem. Problem tersebut misalnya mereka di rantau orang bekerja dengan susah payah mengumpulkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga di Tanah Air, padahal upah mereka tidak dibayar oleh majikan dimana mereka mengabdikan diri, tenaga dan pikiran. 

Disisi lain terkadang mereka juga diperhadapkan dengan penyiksaan dan juga bisah berujung pada kematian. Sedangkan posisi Negara terkadang lambat dalam menyikapi berbagai problem yang dihadapi oleh Babu-babu kita yang ada di luar Negeri. 

Jika di lihat pada Negara-negara lain yang ada di dunia, setiap ada persoalan yang dihadapi oleh warga mereka di luar negeri, maka dengan cepat mereka menyikapinya, apakah langkah-langkah diplomatik atau sebuah tindakan nyata yang dapat dirasakan secara langsung oleh person yang mengalami problem di Negara lain. Sedangkan Indonesia sebagai salah satu penyalur babu terbesar di dunia, terkadang sangat memprihatinkan dalam upaya membantu warganya yang bermasalah sebagai tenaga kerja di luar negeri. 

Padahal mereka cukup banyak mendatangkan devisa bagi keuangan Negara. Lalu jika mereka dalam posisi sulit, apakah kita sebagai bangsa hanya dapat berkata prihatin atas nasip yang dialami oleh mereka. Bukankah  mereka juga adalah bagian dari warga Indonesia yang sesungguhnya tidak pernah menginginkan untuk menjadi babu di Negara lain kalau bukan himpitan ekonmi akibat terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia.

Semua ini, kita sebagai bangsa dituntut tidak sekedar berapologi dalam menyikapi berbagai problem yang dihadapi oleh pahlawan devisa kita yang secara kontinyu mengadu nasip diberbagai Negara yang ada di dunia. semua problem yang melanda mereka adalah bagian dari penderitaan seluruh bangsa Indonesia, sehingga membutuhkan keseriusan pemerintah untuk dicarikan solusi alternatif dalam menyikapi problem tersebut.
Departemen Tenaga Kerja sebagai institusi resmi pemerintah, harus lebih proaktif untuk menata sistem dan mekanisme penyaluran serta siap setiap saat untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap tenaga kerja Indonesia, jika diperhadapkan dengan berbagai problem, apakah ketika mereka berada diluar negeri sebagai tenaga kerja, ataupun ketika memilih untuk kembali ke Indonesia dan mencari lapangan pekerjaan baru di negerinya sendiri.
Sebab meskipun tenar, upah yang tinggi, serta kesenangan yang didapat dirantau orang, namun jauh lebih indah secara sikologis jika itu mencari nafkah di Negara sendiri. Apa lagi ada jaminan resmi yang diberikan oleh pemerintah, mengenai tersedianya lapangan pekerjaan yang layak, tidak seperti menjadi babu di Negara orang, dimana setiap saat dihantui perasaan untuk dianiaya oleh majikan, tidak dibayar gaji, atau bahkan tekanan psikologis lainnya. Karena mencari nafkah dengan memilih dekat dengan keluarga jauh lebih baik dari pada harus berjauhan dengan keluarga dan saudara-saudara yang ada di Indonesia. 

Harus diakui jika pemerintah menyiapkan lapangan pekerjaan yang banyak dengan pendapatan yang memadai bagi warganya, maka bukan tidak mungkin akan banyak warga Indonesia yang akan tetap memilih untuk tidak mencari nafkah di Negara lain. Namun karena terbatasnya lapangan pekerjaan, yang berimplikasi semakin banyaknya pengangguran dalam negeri, alternatifnya meskipun harus menjadi babu yang berpaspor, warga Indonesia rela mengais rejeki, dengan pilihan terburuk keluarga ditinggalkan di tanah air yang dicintainya, sekalipun maut adalah taruhannya.

Memang jika tenaga kerja Indonesia yang memiliki standar keilmuan yang memadai relatif kecil akan mengalami tindakan diskriminatif. Sebab mereka bekerja pada sektor industri yang sedikit lebih terhormat, jika dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kemampuan skill nya sangat pas-pasan. Sehingga pemerintah sebaiknya sebelum mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, terlebih dahulu harus menyeleksi secara ketat, serta menyiapkan skill mereka dengan memberikan pelatihan-pelatihan berjenjang sesuai dengan lapangan pekerjaan yang akan ditempatkan ketika mereka berada di Negara lainnya di dunia. (Thomas L. Friedman, 2006 : 308) mendiskripsikan tentang orang muda Amerika yakni bahwa akan banyak sekali pekerjaan di dunia yang bisa direbut oleh mereka yang memiliki pengetahuan, keterampilan, ide dan motivasi yang tepat, namun semua itu diperlukan kebijaksanaan dalam melihat dirinya bersaing dengan negara lainnya. 

Olehnya itu upaya maksimal untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan menjadi harga mati bagi setiap Warga Negara Indonesia dalam rangka mencari lapangan pekerjaan, baik dalam konteks lokal dalam negeri maupun ke luar negeri. Karena hanya dengan demikian persaingan yang bijak akan hadir dalam gerak kehidupn seseorang, terutama persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Lagi-lagi jika persoalan yang menimpa warga Indonesia yang mengais rejeki di Negara orang mengalami hambatan, kekerasan fisik maupun psikis, maka pemerintah dan lembaga yang menyalurkan mereka harus bertanggug jawab dalam membantu mereka, dengan tidak saja menyiapkan langkah-langkah hukum tetapi negara harus campur tangan lebih jauh, terutama dalam bidang diplomatik, guna menyelamatkan martabat babu dan negara ini dimata internasional, khususnya terkait dengan aspek tenaga kerja luar negeri.

Jika disaksikan melalui tayangan publikasi media masa, sesungguhnya nurani kita sebagai bangsa harus malu menyaksikan saudara-saudara kita dianiyaya diluar negeri, hanya demi mendapatkan sedikit penghasilan yang nantinya diperuntukan bagi kepentingan keluarga yang ada di Indonesia.
Utan Kayu 31 Januari 2012


Senin, 30 Januari 2012

DENGAN DOAMU AKU BERTAHAN ANTONI NURDIN

Tahun dua ribu tiga tepatnya hari kamis tanggal 10 april ayahku Nurdin Wahid, setelah bertahun tahun menderita sakit harus pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Ayah menghembuskan napas terakhir dipangkuanku, namun sebelumnya ada satu pesan malam sebelum kepergiannya yang sampai hari ini terus saja kupegang. Kata ayah kamu harus terus belajar, karena nasib itu dirubah dengan pendidikan, saya akan terus mendoakanmu, kemudian kalau nantinya ayah meninggal jangan ada tetesan air mata yang dikeluarkan, ini saja pesan ayah buat kam, kata ayah.

Setelah ayah pergi, tinggalah saya dengan Ibu Fatma L dan seorang adik Altono Nurdin, saya tetap tinggal di Kota Ternate tempat saya berproses dalam hidup, sementara Ibu harus kembali ke Kampung untuk hidup bersama adik lelaki satu-satunya. Adik ditemani ibu setiap saat, sementara saya ditemani batu nisan sang ayah juga setiap saat. Sampai akhirnya, setelah Ibu pulang menunaikan Ibadah Haji tahun 2006, setahun kemudian saya berpamitan untuk merantau ke Jakarta dalam rangka melanjutkan studi pasca sarjana di UMJ. Namun yang sangat tidak terpikirkan olehku adalah ketika dalam proses studi tepatnya jumat 16 mei 2008 bertepatan dengan besoknya saya mengikuti UTS, dikampung nun jauh disana, tepatnya di Desa Tikong, Pulau Taliabu Maluku Utara ibu saya dipanggil oleh Allah selama-lamanya.

Ketika kabar kuterima melalui telpon, saya berada diatas bis kota no 76 jurusan ciputat bersamaan dengan ajan magrib tepatnya di Jalan Imam Bonjol. Saya hanya terdiam sambil meneteskan air mata sambil berujar dalam hati kini saya telah menjadi yatim piatu, saya memang sayang pada kedua orang tuaku, namun justru Allah lebih sayang terhadap mereka sehingga mereka harus lebih dulu dipanggil untuk menghadapnya. Sebagai anak dan manusia biasa, saat itu hati dan perasaanku  sempat goncang, karena satu yang terus membebani pikiranku, adalah ketika saya belum sempat mengabdikan diriku secara total terhadap mereka berdua, mereka harus pergi meninggalkan diriku selamanya padahal saat itu saya juga sementara berproses menuntut ilmu sesuai dengan kemauan mereka. Dalam doa setiap sujudku, saya terus saja bermohon agar mereka diberi tempat yang layak disisinya, dan semoga saya tidak termasuk orang yang tidak pandai bersukur terhadap apa yang telah dianugrahkan Allah, serta mudah-mudahan saya juga tidak termasuk anak yang durhaka terhadap kedua orang tua.

Ketika Ibu meninggal saya tidak sempat berada disisinya, setahun kemudian bertepatan  dengan tanggal 16 mei saya baru bisa menemui Ibu, namun bukan Ibu secara fisik yang saya temui, tetapi batu nisan Ibu. Dibalik Nisan ini, Ibu terbujur kaku, Ibu lelap dalam tidur panjangnya, Ibu bisa melihat saya yang sementara berdoa untuknya, walau dengan tetesan Air mata, semoga Ibu tenang disana, salam sama ayah, semoga kita sekeluarga dapat disatukan dialam sana kembali.

Kini saya kembali berada di Jakarta sambil berusaha kembali melanjutkan studi Pasca Sarjana, saya, banyak persoalan tekhnis yang harus saya selesaikan, namun yang sangat mengganggu akal sehatku adalah, ketika sudah seminggu ini saya mengalami gangguan kesehatan, dan selama itu pula Almarhum Ayah dan Ibu baik siang maupun malam terus saja datang dalam mimpi indahku. Saya senang karena mereka masih saja terus menjagagku, namun saya sedih karena Nisan ayah sudah enam bulan tidak kusentuh, sedangkan nisan ibu sudah tiga tahun tidak pernah saya tengok, jangan-jangan ibu marah terhadap saya yang tidak pernah menengoknya lagi.

Manusia hanya bisa membuat rencana tetapi tuhan lah yang menentukan akhir dari semua rencana tersebut.  Waktu dan kesempatan akan saya pergunakan sebaik mungkin untuk pergi bersua dengan makam ayah dan ibu. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya mempunya waktu dan kesempatan untuk merealisasikan rencana saya dimaksud. Doa kalian berdua sampai saat ini saya tetap kuat untuk menghadapi semua problem hidup. Terima kasih, telah melahirkan, membesarkan, mendidik serta terima kasih atas semua ketulusan dan doa yang diberikan buat saya selama hidup.
Ayah, Ibu saya minta maaf, jika ada waktu luang saya akan pergi menengok kalian, saya kangen walupun hanya diperhadapkan dengan nisan. Paling tidak saya bisa duduk tenang sambil berdoa disamping makam. Ayah saat ini, saya lagi berusaha memenuhi kemauanmu, bukankah menjelang ayah pergi, ayah menyuruh saya terus belajar...maafkan saya......
                                                                                                                                           

Selasa, 24 Januari 2012

FENOMENA ANAK RANTAU ANTONI NURDIN

Saya bersyukur diberi ruang untuk menginjakan kaki di Ibu kota untuk melanjutkan studi Pasca Sarjana, walaupun tertatih-tatih akhirnya dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Sebagai anak daerah studi pasca sarjana merupakan kebanggan tersendiri, karena tidak semua orang memiliki peluang untuk melanjutkan studi, apa lagi bertempat di Ibu Kota. Selain waktu yang harus dikorbankan, juga tentunya sangat membutuhkan stok materi yang banyak utuk membiayai kuliah selama berada di Jakarta, belum lagi biaya lainnya, misalnya biaya intertein bagi yang doyan.

Sebagai anak kuliahan yang hanya bermodalkan nekat tentunya memiliki sejumlah problem yang dihadapi, mulai dari kekuarngan duit, terbatasnya fasilitas, buku, laptop dll. Semua ini merupakan infrastruktur yang harus dipenuhi, sehingga proses penyelesaian studi dapat berjalan dengan baik, hasilnyapun insya Allah akan baik pula. Walaupun ada juga sebagian teman yang berlimpah fasilitas karena selama kuliah diberi beasiswa oleh instansi tempat dia bekerja, namun mereka tidak pandai memanfaatkan fasilitas tersebut secara maksimal, sehingga dalam perjalanan selain penyelesaian kuliah yang terlambat, autputnya diragukan sangat.

Hal tersebut ketika saya berdiskusi dengan salah satu kawan pengusaha asal Maluku Utara, dikatakanya bahwa suatu saat dirinya berkunjung di tempat-tempat kosan anak kuliahan dari Maluku Utara, namun dirinya sangat kecewa karena tidak seperti yang diharapkan. Sebab, di dalam kamar tersebut sudah tidak terdapat buku sebagai ciri has akademik bagi ana kuliah, mereka siang malam hanya duduk menghadap laptop untuk bersenda gurau dengan teman lainnya melalui FB.

Baginya, ini sangat mengecewakan sebab mereka diberi beasiswa untuk belajar, malah hanya bermain-main, kemudian ketika pulang kedaerah mereka inilah yang diharapkan menjadi pemimpin kedepan, tetapi fenomena yang disaksikan, justru sangat menghawatirkan, sehingga kata teman tadi, alangkah baiknya jangan pernah memberi beasiswa lagi pada mereka-mereka yang hanya mau bersantai di jakarta.

Memang tidak semua orang bersikap seperti apa yang disaksikan teman saya tadi, namun fakta menunjukan bahwa banyak mahasiswa pasca asal Maluku Utara yang lebih banyak santai dari pada belajar ketika berada di Jakarta. Sebagai penulis saya jadi malu, karena dua bulan sekali saya juga sering membuka FB saya walaupun tidak lebih dari sepuluh menit.
 Saya menyarankan buat kawan-kawan yang doyan main FB, hendaknya berhati-hati, dimana-mana ada publik yang mengontrol segala aktifitas kita selama studi dirantau, memang hal tersebut tidak dilarang, namu sebagai anak kuliah hal ini terlalu banyak membuang waktu belajar kita, sementara janga sampai sekembalinya kita kedaerah, kualitasnya sama seperti awal kita berangkat, ini sangat memalukan.
Kramat sentiong 25 januari 2012

Minggu, 22 Januari 2012

IMLEK DAN RELASI SOSIAL Antoni Nurdin

Masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia sejak dari jaman dulu hingga saat ini, sangat jarang kita mendengar ada keributan dengan masyarakat pada umumnya. Mereka  meskipun dibeberapa tempat mereka jarang bersosialisasi, namun ketertiban keamanan relatif terjaga dengan baik. Mereka hanya menfokuskan diri pada usaha perekonomian, sementara yang terjun ke dunia politik dapat dihitung dengan jari, bagi yang tertarik menggelutinya secara serius. Mungkin ada benarnya pandangan Sutrisno Bahir bahwa dunia politik lebih banyak dosanya dari pahalanya. Sehingga warga tionghoa, alergi dengan dunia politik sejak sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini.
Berbeda dengan umat lainnya, sering terjadi keributan yang berujung pada pertikaian, semua atas nama agama, Tuhan dan kepercayaan, sementara tidak ada satu pesan teologis dari agama apapun di dunia yang menganjurkan manusia untuk saling bertikai, apa lagi atas nama Tuhan. Yang ada hanyalah pesan moral untuk selalu saling mengasihi, menghormati, toleran demi tetap tegaknya sebuah bangsa yang bernama Indonesia.
Terlepas apa masalahnya, yang jelas intensitas komunikasi antara elite dan tokoh agama sangat diperlukan guna selalu memberikan sugesti terhadap masyarakat untuk selalu bersama menjaga perdamayan. Karena yang namanya perbedaan adalah sebuah keniscayaan, dengan menghargai konsep perbedaan akan melahirkan kearifan. Sesungguhnya tidak beragama seseorang jika dia tidak mampu menterjemahkan dalam hidup  makna hakiki dari sebuah perbedaan.
Perayaan Imlek tahun 2012 yang di peringati oleh sebagian besar warga Tionghoa, seharusnya menjadi momentum bersama kita bangsa Indonesia untuk bersama-sama menjaga  negara ini melalui doa-doa yang dipanjatkan oleh mereka yang lagi khusu berdoa. Secara pribadi saya ucapkan selamat bagi warga Tionghoa, semoga amal ibadahnya selalu diterima oleh para dewa.
Selain itu, saya juga berharap dimasa mendatang warga Tionghoa akan lebih merasa memiliki bangsa ini, dengan cara lebih banyak bersosialisasi diri dengan masyarakat lainnya. Negara ini bukanlah milik suku atau penganut kepercayaan tertentu, tetapi milik kita semua, olehnya itu seluru warga masyarakat Indonesia bertanggung jawab selalu menjaga tetap tegaknya Indonesia.
                                                                                                                                Jakarta Januari 2012, Jl. Pramuka

MEWAHNYA RUANG BANGGAR Antoni Nurdin

Ketika publik dikejutkan pemberitaan media masa tentang besarnya biaya renovasi ruang rapat badan anggaran DPR sebesar 20 milyar, Ketua DPR RI Marzuki Ali begitu emosional, karena dirinya merasa dilecehkan oleh Sekjen. Beliau tidak diberi tau atau dilaporkan sama sekali mengenai rencana renovasi tersebut. Pernyataan Marzuki aneh bin ajaib, karena belakangan Marzuki sebagai Ketua DPR datang ke KPK secara bersama-sama untuk meminta kasus ini segera disidik KPK. Yang benar Marzuki Ali atau Sekjen ???...

Jika saja langkah yang ditempu oleh Marzuki itu benar dan terbukti, maka seharusnya publik memberi apresiasi positif, namun yang perlu dipertanyakan adalah kehadiran Marzuki bersama sekjen ke KPK untuk melaporkan kasus ini. Saya khawatir kehadiran mereka ke KPK adalah dalam rangka melaporkan diri mereka berdua atas keterlibatan mereka secara sitematis dalam proyek ini.

Sepak terjang Marzuki Ali sebagai ketua DPR selama ini sangat tidak elegan, buktinya Marzuki selalu saja tampil ke publik untuk membuat pernyataan sensasional, yang mencederai rasa keadilan publik. Kita masi ingat bagaimana Marzuki begitu getol untuk meyakinkan publik tentang pentingnya pembangunan gedung DPR yang baru. Kini Marzuki tampil untuk  memprotes bahkan mengancam akan memecat Sekjen DPR karena kasus renovasi ruang banggar.

Namun kini, keduanya telah bersama berkunjung ke KPK, entah sekenario apa lagi yang dibuat untuk mengelabui publik. Saya positif tingking saja atas niat baik mereka berdua, semoga tidak ada orang lain yang dikeorbankan dari kehadiran mereka ke KPK. Tapi merekalah yang sadar diri untuk mau masuk penjara akibat kelalain mereka sebagai pimpinan. 

Tapi sayang para pejabat di Indonesia belum terbiasa untuk mau bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya, belum ada pejabat yang mau mundur jika berbuat kejahatan terhadap rakyat. Saya berharap Marzuki Ali adalah mahluk langkah yang akan bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri dari Ketua DPR.

Sabtu, 21 Januari 2012

JADIKANLAH DIRI ANDA TERCATAT DALAM SEJARAH (Antoni Nurdin)

Enam puluh empat tahun yang lalu, 10 november 1945 di kota Surabaya, ketika sekutu mendarat dibawah pimpinan Jendral Malaby, masyarakat Indonesia bekerja sama dengan TKR dibawah pimpinan  Bung Tomo, yang diselingi pekikan Allahu Akbar, dengan bersenjatakan Bambu Runcing, harus berhadapan dengan kekuatan Sekutu yang dilengkapi dengan peralatan tempur modern. Namun atas kehendak Tuhan, masyarakat Surabaya mampu mengalahkan sekutu, bahkan Jendral Malaby harus terbunuh ditangan pejuang Indonesia.
Peristiwa 64 tahun lalu tersebut, saat ini tinggal kenangan belaka, bahkan generasi muda tidak lagi diingatkan oleh sejarah tentang peristiwa besar tersebut, padahal pertempuran di Surabaya merupakan peristiwa besar yang harus dikenang secara terus menerus, dalam rangka memupuk rasa nasionalisme yang akhir-akhir ini semakin terkikis, akibat dari tata kelola bangsa yang amburadul.
Banyak pahlawan yang tidak dikenal dalam sejarah bangsa ini, harus syahid   hanya karena ingin melepaskan diri dari kolonialisme. Mereka korbankan harta dan nyawa mereka hanya karena membela martabat kemanusiaan mereka sebagai orang Indonesia. Bahkan mereka tidak pernah menuntut kepada sejarah untuk dikenang, atau bahkan mereka tidak pernah berharap kepada Negara sekalipun untuk kuburan mereka diperhatikan, apa lagi keluarga mereka yang ditinggalkan. Mereka ikhlas dalam berjuang tanpa pamrih.
Yang mereka impikan adalah anak cucu mereka dapat menikmati hasil perjuangan dan pengorbanan mereka, serta mampu mengelola warisan mereka ini dengan bijaksana. Tapi kini jika jasad para syuhada tersebut dapat bangkit kembali, mungkin saja mereka akan meneteskan air mata, ketika mereka menyaksikan bangsa yang mereka perjungakan harus dikelola dengan cara –cara yang tidak baik.
Sudah menjadi rahasia umum, jika kekayaan bumi Indonesia telah diperjual belikan oleh pemerintah pada pihak asing, dan orang Indonesia hanya bisa menjadi babu ditanahnya sendiri. Bahkan ketika mereka menuntut sedikit saja dari kekayaan alam yang telah dijual kepada pihak asing, mereka harus dipukuli, bahkan dibedil. Dan mayoritas dimana kekayaan alam itu dikelola oleh pihak asing, masyarakat disekitarnya hidup dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, baik dari sisi ekonomi, pendidikan maupun dari aspek kemanan. Saya prihatin, jika kekayaan alam Indonesia dikeruk secara terus menerus, sementara masyarakatnya dibiarkan telanjang tanpa busana, bahkan hanya untuk makan saja, mereka harus memasak makai batu.

Amin Rais menganjurkan agar Indonesia diselamatkan, karena jika hal ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan tercerai berai. Masyarakat   terus saja dieksploitasi harkat dan martabatnya sebagai manusia Indonesia. Bahkan semakin terjadi kesenjangan yang sangat mencolok antara penguasa dan yang dikuasai, antara pengusaha dan orang susah, oleh karena itu pengausa dan pengusaha harus berbenah diri dalam mengelola seluruh potensi Negara ini untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Sejahterakan rakyat dengan mempermudah mereka mengakses pendidikan, kesehatan, ekonomi serta stabilitas kemanan yang mapan.

Para pahlawan yang telah syahid, akan tersenyum jika warisan mereka yang bernama Indonesia ini benar-benar tumbuh sebagai bangsa yang mempunyai martabat dimata internasional, dan rakyatnya sejahtera. Namun sebagai generasi yang diberi amanah untuk mengelola warisan para pahlawan tersebut, harus menyiapkan diri kita sebaik mungkin, dalam rangka mengelola warisan ini kearah yang lebih paripurna. Dan sebagai generasi muda juga, kita tidak harus terlena dan larut dengan pola pengelolaan Negara yang dilakukan oleh penguasa saat ini. Kita harus berani untuk mau merevolusi diri kita pada hal-hal yang spektakuler, demi tetap tagaknya Negara kesatuan yang bernama Indonesia.

Kita dilahirkan untuk membuat sejarah baru, sehingga kelak kita akan tercatat dalam sejarah, sejarah tersebut adalah sejarah yang mencerahkan, bukan sebaliknya kita harus membuat sejarah suram dibangsa ini. Kita mesti menjadi pahlawan dialam kemerdekaan, karena lapangan pengabdian sangatlah banyak. Namun semua itu, terpulang kepada kita sebagai generasi muda, pewaris sejarah, apakah mau mencatatkan diri kita dalam sejarah, atau hanya sebagai pembaca dan penikmat sejarah itu sendiri.

Mungkin saat ini, kita belum akan dikenang sebagai pelaku sejarah, namun dikemudian hari, dengan konsistensi dalam berjuang untuk kepentingan bangsa dan masyarakat, sejarah akan berpihak terhadap kita, dan bukan tidak mungkin gelar pahlawan, walau bukan datangnya dari Negara secara formal, namun dari masyarakat, akan terwujud. Bukankah, para pahlawan tidak pernah berharap mereka dikenang oleh Negara sebagai pahlawan, tetapi yang penting nurani rakyat Indonesia masih mau mengakui pengorbanan mereka sebagai bagian dari amal ibadah disisi Tuhan.

Kepada seluruh pahlawan yang syahid pada peristiwa 10 november 1945, semoga semua pengorbanan yang telah dilakukan tersebut, dapat menjadi bekal amal ibadah, serta seluruh nilai perjuangan tersebut, juga menjadi motivasi bagi kami yang hadir menikmati warisan hasil perjuangan dan pengorbanan kalian. Saya hanya bisa mengirimkan doa buat kalian semua para syuhada dalam sembah sujud saya kepada Tuhan.

PENGAKUAN TERLARANG “ANTONI NURDIN”

Disuatu senja di jalan Pramuka Jakarta, secara kebetulan dikala saya sedang menunggu Bus Kota jurusan Tanah Abang, saya dikejutkan oleh sapaan seorang wanita cantik. Sambil basa-basi saya berkenalan dengannya, sebut saja namanya vivin. Dari perkenalan tersebut karna orangnya kocak kami cepat akrap, dan sambil ngobrol saya memberanikan diri untuk mengorek sejumlah informasi pribadi tentang diri dan kehidupannya di Ibu Kota Negara. Vivin sebuah nama yang mudah diingat, dan dari pengakuannya vivin memiliki ibu berasal dari Jawa Tengah, sedangkan Ayahnya dari Maluku Utara, tepatnya disalah satu kecamatan di Halmahera Utara.

Vivin yang lulusan Strata Satu dari sebuah Perguruan Tinggi Suasta ternama di Jakarta ini sudah cukup lama mencoba melamar berbagai pekerjaan, namun hingga saat ini nasibnya belum beruntung, sedangkan vivin menjadi tulang punggung bagi Ibunya dan adik-adiknya yang ada di Jawa, sementara ayahnya telah beristri dengan wanita lain lagi. Jadilah vivin bergelut dengan nasib yang tidak pernah dibayangkannya selama ini.

Vivin dalam pengakuannya kepada saya sambil meneteskan air mata disebuh Halte, bahwa dengan sangat terpaksa dia harus menjalani kehidupan sebagai wanita panggilan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Saya memang awalnya mengira vivin tidak memeiliki hubungan darah dengan orang Maluku Utara, karena dari raut wajah dan stail sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan orang Timur. Menurut vivin pekerjaanya ini bukanlah awal dan akhir dari semua yang dicita-citakannya, sebab jika disuatu saat nanti ada pekerjaan lain yang memungkinkan maka dirinya akan berhenti dari pekerjaan yang oleh sebagian masyarakat menganggap kotor dan hina ini. Bahkan mungkin saja jika ada laki-laki yang mau menerima diri dan keluarganya, tanpa pernah mau mengungkit masa lalunya, dia dengan ikhlas akan mengabdikan dirinya secara total sebagai istri. Tapi apa mungkin ?.....

Dari pengakuan vivin tersebut, saya jadi berpikir dalam batin saya jangan-jangan diantara para lelaki yang pernah tidur bersama vivin juga terdapat orang Maluku Utara. Jika dugaan saya ini benar, maka saya sangat prihatin, karena orang seperti vivin semestinya diselamatkan, dan mengajaknya kembali mengarungi hidup sebagai wanita normal yang jauh dari pekerjaan nista tersebut.

Memang status sebagai pemegang ijazah strata satu dan memiliki ketrampilan, apa lagi di Jakarta bukan menjadi jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan latar belakang pendidikan seseorang. Di Negara Indonesia saat ini, agar orang itu bisah keluar dari kukungkungan kemiskinan, maka pekerjaan yang paling mudah adalah selain menjadi pelacur juga menjadi teroris. Lalu tanggung jawab Negara dimana ?......dr. Boike pernah mengatakan, cintailah orangnya tapi bencilah pekerjaannya.

Kasus vivin ini mungkin hanya secuil dari masyarakat Indonesia yang karena terpaksa harus menjalani profesi sebagai penjaja cinta, dan penyakit masyarakat ini akan sulit dihilangkan sepanjang kemiskinan masih saja melanda masyarakat Indonesia. Anas Urbaningrum mengatakan yang namanya pramunikmat sulit dihilangkan juga karena masih sangat banyak yang membutuhkannya. Mudah-mudahan diantara yang membaca tulisan ini anda bukanlah bagian dari orang yang selalu membutuhkan sentuhan wanita malam. Jika anda malakukan perjalan dinas ke Jakarta, SPPD tidak disalah gunakan untuk kepentingan berbagai hal yang jauh dari aspek normatif.

Sebenarnya masih banyak persoalan yang ingin saya korek dari mulut manis vivin, namun sayang bus yang saya tunggu telah datang, sehingga sayapun harus mengahiri percakapan singkat saya dengan vivin. Sambil pamit saya pun manaiki bus yang akan membawa saya menuju tanah abang Jakarta. Saya hanya meringis dalam hati, bahwa inilah potret sebuah Negara yang bernama Indonesia, sekaligus saya berdoa semoga vivin dapat menemukan pekerjaan layak sesuai dengan apa yang di cita-citakannya. Semoga

                                                                                                                Ditengah Kemacetan Jakarta
                                                                                                                Januari  2012.

DIUJUNG GANG AKU MENANTIMU

Hampir sepanjang malam, saya selalu berharap bayangan indah senyummu tidak menggangguku, namun semua itu sia-sia. wajah indahmu selalu saja menghantuiku, jika bukan dalam mimpi indahku, kau hadir selalu dalam lamunanku, ingin rasanya saya lepas dari semua ini, namun semakin saya berusaha, justru semakin saya tersiksa.

Sebagai anak rantau yang hanya bermodalkan cita-cita dan semangat untuk merubah nasib di Ibu Kota, ternyata terasa sulit untuk mendapatkan orang yang mau mengerti dan memahami duniaku sebagai aktifis.perilaku konsumerisme dan pragmatis itulah yang membuat selamanya saya minder dalam pergaulan, apa lagi mereka tidak butuh syair tapi kenderaan.

semangat untuk mencintainya, perlahan mulai goyah...karena keadaanku yang hanya pas-pasan, rasa ingin memilikinya sepenuh hati jauh dari harapan, dia entah kenapa seakan tak pernah merasa bosan untuk menghina, mencaci, merendahkanku, padahal ketulusan cinta yang saya miliki cukup dalam, namun semua itu tidak ada artinya, sebab semua diukur dengan angka-angka pragmatis.

Saya dalam setiap sujudku, tak pernah lalai untuk bermohon agar selalu diberi kekuatan dalam menghadapi godaan dunia ini. kesetiaan yang saya tunjukan semoga tetap abadi selama dalam mengarungi roda kehidupan di Ibu Kota. gang sempit tempat tingalku adalah saksi bisu setiap hati ini tergores karena sikapnya. di gang ini pula tempat saya mengadu, menanti, berharap akan masa-masa indah yang pernah dilewati terukir kembali....

Entah kenapa, semua ini hanya kenangan...tapi saya bersukur  kuliah saya yang sempat tertunda, kini mulai kurintis kembali dalam sepi walau kehadirannya selalu kuharap. bagi semua yang membaca tulisan ini, saya menyarankan agar anda tidak pernah tertipu dengan kecantikan seorang wanita, karena sesungguhnya kecantikan itu akan pudar ditelan usia, polesan kosmetik hanyalah fatamorgana kehidupan sesaat. kecantikan bukanlah ukuran, tapi hati yang tulus itulah yang didamba setiap orang.
 Kali Pasir 21 januari 2012