Tulisan dalam blog ini sekedar catatan dan kumpulan pengalaman...

Jumat, 06 Juli 2012

FENOMENA DUALISME " ANTONI NURDIN"


Pasca reformasi dan kebebasan berserikat dan berpendapat diberikan seluas-luasnya oleh pemerintah, dimana Partai politik tumbuh bagai jamur dimusim hujan, pers semakin bebas, hingga munculnya organisasi kemasrakatan termasuk organisasi kepemudaan. Semua ini buah dari perjuangan panjang kaum muda ketika menumbangkan rezim otroriter orde baru.

Organisasi kepemudaan yang begitu banyak hadir, semakin menambah kedewasaan kaum muda dalam belajar berorganisasi, guna menyiapakn diri mereka menjadi pemimpin bangsa ini dimasa depan. Organisasi adalah tempat belajar, mengasah kemampuan intelektual dan kematangan emosional, walaupun bukan jaminan seseorang yang terlibat dalam organisasi kepumudaan mampu menjadi pemimpin yang bermartabat dan sukses memimpin Indonesia.

Namun setidaknya, dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa berhadapan dengan sejumlah kepentingan yang berbeda, terbiasa untuk menyelesaikan persoalan yang sangat sulit, sehingga ketika dipercayakan untuk memimpin organisasi yang lebih besar seperti negara, maka kaum muda tidak kaku untuk menterjemahkan seluruh kepentingan rakyat dan bangsa. Yang sulit akan terasa muda, karena kaum muda telah lama belajar mengelola organisasi sejak dini.

Persoalannya adalah, kehadiran organisasi kepemudaan yang begitu banyak mulai dari organisasi yang berskala nasional sampai organisasi yang berskala lokal, tidak mampu dikelola secara baik untuk kepentingan jangka panjang, namun justru kaum muda yang terlibat dalam organisasi tersebut, lebih menunjukan aspek kepentingan politik, sehingga banyak organisasi kepemudaan saat ini yang mengalami kemunduran, baik dari aspek kualitas intelektual anggotanya, hingga peran eksternal organisasi.

Parahnya lagi, organisasi kepemudaan saat ini cenderung dualisme kepengurusannya, terlepas adanya alasan-alasan logis yang sampaikan oleh masing-masing pihak dalam organisasi, namun gejala dualisme yang terjadi dikalangan organisasi kemasyarakatan  pemuda, merupakan bentuk cara pikir kaum muda saat ini yang tidak mencerminkan hati yang besar ketika kalah dalam perebutan kekuasaan dan kepentingan. Sehingga kapan seseorang itu kalah dalam suksesi kepemimpinan di oragnaisasi kepemudaan, maka dipastikan organisasi tersebut kepengurusannya dualisme.

Ini terjadi, karena yang ada dalam pikiran para kaum muda di dalam organisasi hanyalah kekuasaan semata, bukan tujuan dan cita-cita organisasi yang ingin dicapai secara bersama. Padahal secara teoritik organisasi hanya akan berjalan dengan baik, adalah ketika seluruh anggota organisasi mampu bersatu dan bekerja sama untuk mencapai keinginan bersama. Selain itu organisasi juga harus dikelola dengan memakai pendekatan manajemen modern.

Apa yang yang menimpa organisasi kepemudaan misalnya KNPI, HMI, dan sejumlah organisasi lainnya yang mengalami dualisme kepengurusan, berimplikasi hingga kedaerah. Karena hampir semua organisasi kepemudaan memiliki cabang atau perwakilan di daerah, sehingga dualisme kepengurusan yang terjadi pada organisasi kepemudaan tertentu, merupakan proses pendidikan yang tidak mencerminkan karakter pemuda yang bijak dalam belajar menjadi pemimpin.

Sudah menjadi rahasia umum kaum muda yang terlibat dalam organisasi kepemudaan, mereka secara pribadi belajar dan menyiapkan diri untuk menjadi pemimpin masa depan bangsa Indonesia, namun ketika dalam proses belajar ternyata karakter yang terbangun adalah rakus akan kekuasaan, maka dikhawatirkan dimasa depan kaum muda sekarang ketika dipercayakan untuk memimpin bangsa ini, kecenderungan dualisme presiden atau jabatan politik lainnya akan tarjadi, lalu apa jadinya negara ini.

Oleh karenanya, hendaknya kaum muda yang menimba ilmu kepemimpinan melalui organisasi kemasyarakatan saat ini, hendaknya serius belajar untuk menyiapkan diri menjadi pemimpin handal dimasa depan. Dualisme kepemimpinan dalam organisasi kepemudaan yang akhir-akhir ini tumbuh subur, bukanlah pelajaran demokrasi yang baik untuk dipraktekan. Pertarungan memperebutkan kekuasaan politik di organisasi kemasyarakatan pemuda, menjadi hal yang lumrah, namun akhir dari pertarungan tersebut bukan menjadi pertentatangan untuk mendualismekan kepengurusan organisasi.
Secara berkelakar Yusup Kala ketika memberikan sambutan pada acara KAHMI yang pada saat itu mengalami dualisme kepengurusan mengatakan bahwa organisasi alumni HMI yang bernama KAHMI hanya satu di negara ini, pengurusnya yang dua.  Organisasi yang memiliki kepengurusan dualisme, sangat merugikan anggota organisasi tersebut, sekaligus membuat organisasi mengalami degradasi aktifitas. Implikasinya adalah, publik tidak akan percaya dan terlalu berharap pada organisasi yang anggotanya hanya mementingkan kekuasaan bukan berpikir untuk kemajuan organisasi. Lalu secara ekternal, kinerja organisasi yang berkaitan dengan kepentingan rakyat kapan dipikirkan, kalau anggota organisasi hanya berpikir untuk menyatukan organisasi yang terbecah belah seperti itu.

Tradisi kudeta dalam organisasi kepemudaan saatnya dihentikan, masih banyak persoalan besar bangsa ini yang harus dipikirkan dan diselesaikan oleh pe muda, tentunya melalui organisasi secara formal. Cara-cara instan yang ditempuh, sangat tidak mencerminkan kecerdasan kaum muda terdidik. Berpikir dan bertindak untuk kepentingan jangka panjang bangsa ini adalah warisan yang sangat berharga sebagi sumbangan buat genersi mendatang.

Dalam tradisi pergerakan pula pemuda kini terpecah belah, karena kepentingan kelompok dikedepankan. Gerakan pemuda dan mahasiswa angkatan 65, 74 dan 98 mereka kompak untuk bersama menumbangkan rezim berkuasa yang dianggap menyakiti hati rakyat, namun kini justru dalam bergerak pemuda dan mahasiswa justru gerakannya tidak masif, akibat  mereka tidak mampu merangkai sebuah perbedaan untuk persatuan dalam rangka bergerak untuk melawan kezaliman.
Gerekan yang dilakukan cenderung adalah pesanan kelompok kekuasaan dan pengusaha, atau dengan kata lain kalau ada gerakan, isu yang diangkat tergantung siapa yang bayar, kasarnya saat ini pemuda semakin rusak cara berpikir mereka. Otak kirinya lebih dikedepankan dari pada otak kanannya, yang ada dalam nalurinya adalah bagaimana mereka juga bisa menikmati secara bersama harta rampasan perang.

Tradisi intelektual dan idealisme telah berubah pada tradisi elitis dan paragmatis, jika ini dipelihara, maka apa jadinya bangsa ini kalau pemuda mengalami stikmatisasi publik yang buruk. Kini semua elemen organisasi kepemudaan sebaiknya kembali manata diri untuk keluar dari berbagai problem internal, dan mau berbenah untuk mentradisikan kembali semangat intelektualisme yang idealis. Pragmatisme dan hedonistis bukan contoh yang baik sebagai kelompok terdidik. Rayuan pragmatis yang dihadapi bisa diantisipasi dengan semangat perjuangan yang ideal.

Masih ada waktu, tidak ada kata terlambat semua bisa diantisipasi, jika komitmen moral tetap terbangun bahwa organisasi adalah tempat belajar menjadi pemimpin masa depan bangsa ini. Dinamika yang muncul dalam proses, adalah khasanah yang harus dimaknai posisitif dengan tetap tidak terpengaruh pada rayuan pragmatis sesaat. Semoga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar