Tulisan dalam blog ini sekedar catatan dan kumpulan pengalaman...

Senin, 30 Januari 2012

DENGAN DOAMU AKU BERTAHAN ANTONI NURDIN

Tahun dua ribu tiga tepatnya hari kamis tanggal 10 april ayahku Nurdin Wahid, setelah bertahun tahun menderita sakit harus pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Ayah menghembuskan napas terakhir dipangkuanku, namun sebelumnya ada satu pesan malam sebelum kepergiannya yang sampai hari ini terus saja kupegang. Kata ayah kamu harus terus belajar, karena nasib itu dirubah dengan pendidikan, saya akan terus mendoakanmu, kemudian kalau nantinya ayah meninggal jangan ada tetesan air mata yang dikeluarkan, ini saja pesan ayah buat kam, kata ayah.

Setelah ayah pergi, tinggalah saya dengan Ibu Fatma L dan seorang adik Altono Nurdin, saya tetap tinggal di Kota Ternate tempat saya berproses dalam hidup, sementara Ibu harus kembali ke Kampung untuk hidup bersama adik lelaki satu-satunya. Adik ditemani ibu setiap saat, sementara saya ditemani batu nisan sang ayah juga setiap saat. Sampai akhirnya, setelah Ibu pulang menunaikan Ibadah Haji tahun 2006, setahun kemudian saya berpamitan untuk merantau ke Jakarta dalam rangka melanjutkan studi pasca sarjana di UMJ. Namun yang sangat tidak terpikirkan olehku adalah ketika dalam proses studi tepatnya jumat 16 mei 2008 bertepatan dengan besoknya saya mengikuti UTS, dikampung nun jauh disana, tepatnya di Desa Tikong, Pulau Taliabu Maluku Utara ibu saya dipanggil oleh Allah selama-lamanya.

Ketika kabar kuterima melalui telpon, saya berada diatas bis kota no 76 jurusan ciputat bersamaan dengan ajan magrib tepatnya di Jalan Imam Bonjol. Saya hanya terdiam sambil meneteskan air mata sambil berujar dalam hati kini saya telah menjadi yatim piatu, saya memang sayang pada kedua orang tuaku, namun justru Allah lebih sayang terhadap mereka sehingga mereka harus lebih dulu dipanggil untuk menghadapnya. Sebagai anak dan manusia biasa, saat itu hati dan perasaanku  sempat goncang, karena satu yang terus membebani pikiranku, adalah ketika saya belum sempat mengabdikan diriku secara total terhadap mereka berdua, mereka harus pergi meninggalkan diriku selamanya padahal saat itu saya juga sementara berproses menuntut ilmu sesuai dengan kemauan mereka. Dalam doa setiap sujudku, saya terus saja bermohon agar mereka diberi tempat yang layak disisinya, dan semoga saya tidak termasuk orang yang tidak pandai bersukur terhadap apa yang telah dianugrahkan Allah, serta mudah-mudahan saya juga tidak termasuk anak yang durhaka terhadap kedua orang tua.

Ketika Ibu meninggal saya tidak sempat berada disisinya, setahun kemudian bertepatan  dengan tanggal 16 mei saya baru bisa menemui Ibu, namun bukan Ibu secara fisik yang saya temui, tetapi batu nisan Ibu. Dibalik Nisan ini, Ibu terbujur kaku, Ibu lelap dalam tidur panjangnya, Ibu bisa melihat saya yang sementara berdoa untuknya, walau dengan tetesan Air mata, semoga Ibu tenang disana, salam sama ayah, semoga kita sekeluarga dapat disatukan dialam sana kembali.

Kini saya kembali berada di Jakarta sambil berusaha kembali melanjutkan studi Pasca Sarjana, saya, banyak persoalan tekhnis yang harus saya selesaikan, namun yang sangat mengganggu akal sehatku adalah, ketika sudah seminggu ini saya mengalami gangguan kesehatan, dan selama itu pula Almarhum Ayah dan Ibu baik siang maupun malam terus saja datang dalam mimpi indahku. Saya senang karena mereka masih saja terus menjagagku, namun saya sedih karena Nisan ayah sudah enam bulan tidak kusentuh, sedangkan nisan ibu sudah tiga tahun tidak pernah saya tengok, jangan-jangan ibu marah terhadap saya yang tidak pernah menengoknya lagi.

Manusia hanya bisa membuat rencana tetapi tuhan lah yang menentukan akhir dari semua rencana tersebut.  Waktu dan kesempatan akan saya pergunakan sebaik mungkin untuk pergi bersua dengan makam ayah dan ibu. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya mempunya waktu dan kesempatan untuk merealisasikan rencana saya dimaksud. Doa kalian berdua sampai saat ini saya tetap kuat untuk menghadapi semua problem hidup. Terima kasih, telah melahirkan, membesarkan, mendidik serta terima kasih atas semua ketulusan dan doa yang diberikan buat saya selama hidup.
Ayah, Ibu saya minta maaf, jika ada waktu luang saya akan pergi menengok kalian, saya kangen walupun hanya diperhadapkan dengan nisan. Paling tidak saya bisa duduk tenang sambil berdoa disamping makam. Ayah saat ini, saya lagi berusaha memenuhi kemauanmu, bukankah menjelang ayah pergi, ayah menyuruh saya terus belajar...maafkan saya......
                                                                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar