Tulisan dalam blog ini sekedar catatan dan kumpulan pengalaman...

Selasa, 31 Januari 2012

TKI BABU BERLABEL PASPOR ANTONI NURDIN

Tenaga kerja Indonesia yang tersebar hampir diseluruh dunia, baik yang resmi diberangkatkan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga penyalur, maupun yang berangkat dengan jalur tikus, sebenarnya cukup banyak menyisahkan berbagai problem. Problem tersebut misalnya mereka di rantau orang bekerja dengan susah payah mengumpulkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga di Tanah Air, padahal upah mereka tidak dibayar oleh majikan dimana mereka mengabdikan diri, tenaga dan pikiran. 

Disisi lain terkadang mereka juga diperhadapkan dengan penyiksaan dan juga bisah berujung pada kematian. Sedangkan posisi Negara terkadang lambat dalam menyikapi berbagai problem yang dihadapi oleh Babu-babu kita yang ada di luar Negeri. 

Jika di lihat pada Negara-negara lain yang ada di dunia, setiap ada persoalan yang dihadapi oleh warga mereka di luar negeri, maka dengan cepat mereka menyikapinya, apakah langkah-langkah diplomatik atau sebuah tindakan nyata yang dapat dirasakan secara langsung oleh person yang mengalami problem di Negara lain. Sedangkan Indonesia sebagai salah satu penyalur babu terbesar di dunia, terkadang sangat memprihatinkan dalam upaya membantu warganya yang bermasalah sebagai tenaga kerja di luar negeri. 

Padahal mereka cukup banyak mendatangkan devisa bagi keuangan Negara. Lalu jika mereka dalam posisi sulit, apakah kita sebagai bangsa hanya dapat berkata prihatin atas nasip yang dialami oleh mereka. Bukankah  mereka juga adalah bagian dari warga Indonesia yang sesungguhnya tidak pernah menginginkan untuk menjadi babu di Negara lain kalau bukan himpitan ekonmi akibat terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia.

Semua ini, kita sebagai bangsa dituntut tidak sekedar berapologi dalam menyikapi berbagai problem yang dihadapi oleh pahlawan devisa kita yang secara kontinyu mengadu nasip diberbagai Negara yang ada di dunia. semua problem yang melanda mereka adalah bagian dari penderitaan seluruh bangsa Indonesia, sehingga membutuhkan keseriusan pemerintah untuk dicarikan solusi alternatif dalam menyikapi problem tersebut.
Departemen Tenaga Kerja sebagai institusi resmi pemerintah, harus lebih proaktif untuk menata sistem dan mekanisme penyaluran serta siap setiap saat untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap tenaga kerja Indonesia, jika diperhadapkan dengan berbagai problem, apakah ketika mereka berada diluar negeri sebagai tenaga kerja, ataupun ketika memilih untuk kembali ke Indonesia dan mencari lapangan pekerjaan baru di negerinya sendiri.
Sebab meskipun tenar, upah yang tinggi, serta kesenangan yang didapat dirantau orang, namun jauh lebih indah secara sikologis jika itu mencari nafkah di Negara sendiri. Apa lagi ada jaminan resmi yang diberikan oleh pemerintah, mengenai tersedianya lapangan pekerjaan yang layak, tidak seperti menjadi babu di Negara orang, dimana setiap saat dihantui perasaan untuk dianiaya oleh majikan, tidak dibayar gaji, atau bahkan tekanan psikologis lainnya. Karena mencari nafkah dengan memilih dekat dengan keluarga jauh lebih baik dari pada harus berjauhan dengan keluarga dan saudara-saudara yang ada di Indonesia. 

Harus diakui jika pemerintah menyiapkan lapangan pekerjaan yang banyak dengan pendapatan yang memadai bagi warganya, maka bukan tidak mungkin akan banyak warga Indonesia yang akan tetap memilih untuk tidak mencari nafkah di Negara lain. Namun karena terbatasnya lapangan pekerjaan, yang berimplikasi semakin banyaknya pengangguran dalam negeri, alternatifnya meskipun harus menjadi babu yang berpaspor, warga Indonesia rela mengais rejeki, dengan pilihan terburuk keluarga ditinggalkan di tanah air yang dicintainya, sekalipun maut adalah taruhannya.

Memang jika tenaga kerja Indonesia yang memiliki standar keilmuan yang memadai relatif kecil akan mengalami tindakan diskriminatif. Sebab mereka bekerja pada sektor industri yang sedikit lebih terhormat, jika dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kemampuan skill nya sangat pas-pasan. Sehingga pemerintah sebaiknya sebelum mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, terlebih dahulu harus menyeleksi secara ketat, serta menyiapkan skill mereka dengan memberikan pelatihan-pelatihan berjenjang sesuai dengan lapangan pekerjaan yang akan ditempatkan ketika mereka berada di Negara lainnya di dunia. (Thomas L. Friedman, 2006 : 308) mendiskripsikan tentang orang muda Amerika yakni bahwa akan banyak sekali pekerjaan di dunia yang bisa direbut oleh mereka yang memiliki pengetahuan, keterampilan, ide dan motivasi yang tepat, namun semua itu diperlukan kebijaksanaan dalam melihat dirinya bersaing dengan negara lainnya. 

Olehnya itu upaya maksimal untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan menjadi harga mati bagi setiap Warga Negara Indonesia dalam rangka mencari lapangan pekerjaan, baik dalam konteks lokal dalam negeri maupun ke luar negeri. Karena hanya dengan demikian persaingan yang bijak akan hadir dalam gerak kehidupn seseorang, terutama persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Lagi-lagi jika persoalan yang menimpa warga Indonesia yang mengais rejeki di Negara orang mengalami hambatan, kekerasan fisik maupun psikis, maka pemerintah dan lembaga yang menyalurkan mereka harus bertanggug jawab dalam membantu mereka, dengan tidak saja menyiapkan langkah-langkah hukum tetapi negara harus campur tangan lebih jauh, terutama dalam bidang diplomatik, guna menyelamatkan martabat babu dan negara ini dimata internasional, khususnya terkait dengan aspek tenaga kerja luar negeri.

Jika disaksikan melalui tayangan publikasi media masa, sesungguhnya nurani kita sebagai bangsa harus malu menyaksikan saudara-saudara kita dianiyaya diluar negeri, hanya demi mendapatkan sedikit penghasilan yang nantinya diperuntukan bagi kepentingan keluarga yang ada di Indonesia.
Utan Kayu 31 Januari 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar