Tulisan dalam blog ini sekedar catatan dan kumpulan pengalaman...

Sabtu, 21 Januari 2012

PENGAKUAN TERLARANG “ANTONI NURDIN”

Disuatu senja di jalan Pramuka Jakarta, secara kebetulan dikala saya sedang menunggu Bus Kota jurusan Tanah Abang, saya dikejutkan oleh sapaan seorang wanita cantik. Sambil basa-basi saya berkenalan dengannya, sebut saja namanya vivin. Dari perkenalan tersebut karna orangnya kocak kami cepat akrap, dan sambil ngobrol saya memberanikan diri untuk mengorek sejumlah informasi pribadi tentang diri dan kehidupannya di Ibu Kota Negara. Vivin sebuah nama yang mudah diingat, dan dari pengakuannya vivin memiliki ibu berasal dari Jawa Tengah, sedangkan Ayahnya dari Maluku Utara, tepatnya disalah satu kecamatan di Halmahera Utara.

Vivin yang lulusan Strata Satu dari sebuah Perguruan Tinggi Suasta ternama di Jakarta ini sudah cukup lama mencoba melamar berbagai pekerjaan, namun hingga saat ini nasibnya belum beruntung, sedangkan vivin menjadi tulang punggung bagi Ibunya dan adik-adiknya yang ada di Jawa, sementara ayahnya telah beristri dengan wanita lain lagi. Jadilah vivin bergelut dengan nasib yang tidak pernah dibayangkannya selama ini.

Vivin dalam pengakuannya kepada saya sambil meneteskan air mata disebuh Halte, bahwa dengan sangat terpaksa dia harus menjalani kehidupan sebagai wanita panggilan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Saya memang awalnya mengira vivin tidak memeiliki hubungan darah dengan orang Maluku Utara, karena dari raut wajah dan stail sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan orang Timur. Menurut vivin pekerjaanya ini bukanlah awal dan akhir dari semua yang dicita-citakannya, sebab jika disuatu saat nanti ada pekerjaan lain yang memungkinkan maka dirinya akan berhenti dari pekerjaan yang oleh sebagian masyarakat menganggap kotor dan hina ini. Bahkan mungkin saja jika ada laki-laki yang mau menerima diri dan keluarganya, tanpa pernah mau mengungkit masa lalunya, dia dengan ikhlas akan mengabdikan dirinya secara total sebagai istri. Tapi apa mungkin ?.....

Dari pengakuan vivin tersebut, saya jadi berpikir dalam batin saya jangan-jangan diantara para lelaki yang pernah tidur bersama vivin juga terdapat orang Maluku Utara. Jika dugaan saya ini benar, maka saya sangat prihatin, karena orang seperti vivin semestinya diselamatkan, dan mengajaknya kembali mengarungi hidup sebagai wanita normal yang jauh dari pekerjaan nista tersebut.

Memang status sebagai pemegang ijazah strata satu dan memiliki ketrampilan, apa lagi di Jakarta bukan menjadi jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan latar belakang pendidikan seseorang. Di Negara Indonesia saat ini, agar orang itu bisah keluar dari kukungkungan kemiskinan, maka pekerjaan yang paling mudah adalah selain menjadi pelacur juga menjadi teroris. Lalu tanggung jawab Negara dimana ?......dr. Boike pernah mengatakan, cintailah orangnya tapi bencilah pekerjaannya.

Kasus vivin ini mungkin hanya secuil dari masyarakat Indonesia yang karena terpaksa harus menjalani profesi sebagai penjaja cinta, dan penyakit masyarakat ini akan sulit dihilangkan sepanjang kemiskinan masih saja melanda masyarakat Indonesia. Anas Urbaningrum mengatakan yang namanya pramunikmat sulit dihilangkan juga karena masih sangat banyak yang membutuhkannya. Mudah-mudahan diantara yang membaca tulisan ini anda bukanlah bagian dari orang yang selalu membutuhkan sentuhan wanita malam. Jika anda malakukan perjalan dinas ke Jakarta, SPPD tidak disalah gunakan untuk kepentingan berbagai hal yang jauh dari aspek normatif.

Sebenarnya masih banyak persoalan yang ingin saya korek dari mulut manis vivin, namun sayang bus yang saya tunggu telah datang, sehingga sayapun harus mengahiri percakapan singkat saya dengan vivin. Sambil pamit saya pun manaiki bus yang akan membawa saya menuju tanah abang Jakarta. Saya hanya meringis dalam hati, bahwa inilah potret sebuah Negara yang bernama Indonesia, sekaligus saya berdoa semoga vivin dapat menemukan pekerjaan layak sesuai dengan apa yang di cita-citakannya. Semoga

                                                                                                                Ditengah Kemacetan Jakarta
                                                                                                                Januari  2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar